- Khitan bagi laki-laki adalah memotong kulit zakar (kulup) yang menutupi ujung zakar (hasyafah).
- Khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit yang terdapat pada bagian ujung farj yaitu pada ujung klitoris.
Hukum Bagi Mukallaf Yang
Meninggalkan Khitan
Seorang
mukallaf (Akil baligh) baik itu laki-laki maupun perempuan, jika ia meninggalkan khitan
dengan sengaja, maka berarti ia telah melakukan kemaksiatan kepada Allah swt,
sehingga pelakunya akan mendapatkan dosa, karena khitan termasuk perkara wajib,
sehingga meninggalkannya akan mendapatkan dosa, bahkan menurut imam Ibnu Hajar
al-Haitami, seorang mukallaf yang meninggalkan khitan termasuk dalam kategori “al-Kabair”
(pelaku dosa besar). Untuk menambah pengetahuan kita dalam masalah ini, akan
penulis sebutkan keterangan dari para pembimbing kita yakni para ulama, sebagai
berikut :
a.
Keterangan dalam kitab
is’adurrofiq juz 2 :
وَمِنْهَا
تَرْكُ الْخِتَانِ بَعْدَ الْبُلُوْغِ اِذْ هُوَ وَاجِبٌ حِيْنَئِذٍ عَلَى
الْمُكَلَّفِ سَوَاءٌ الذَّكَرُ وَالْاُنثٰى.
Artinya :”Dan setengah
daripada maksiat farji adalah meninggalkan khitan sesudah baligh, karena khitan
itu wajib atas mukallaf, baik itu laki-laki maupun perempuan.”
b.
Keterangan dalam kitab
“Az-Zawajir” karya asy-Syeikh Ibnu Hajar al-Haitami :
وَتَرْكُهُ
بَعْدَ الْبُلُوْغِ مِنَ الرَّجُلِ وَالْمَرْأَةِ مِنَ الْكَبَائِرِ
Artinya :”Dan meninggalkan
khitan sesudah dewasa dari laki-laki dan perempuan, termasuk dosa-dosa besar.”
Hukum Seseorang
Yang Meninggal Dunia Dalam Keadaan Tidak Dikhitan.
Sebagaimana yang sudah dijelaskan
diatas, bahwa berkhitan sesudah baligh hukumnya adalah wajib dan meninggalkannya
sesudah baligh adalah haram bahkan termasuk bagian daripada dosa besar.
Walaupun demikian, jika ada seseorang yang meninggal dunia (mayyit) dalam
keadaan tidak berkhitan, maka tidak boleh dikhitan mayyit tersebut karena
termasuk menyakiti mayyit. Ketika memandikannya maka :
- Jika yakin bahwa tidak ada kotoran dibawah kulupnya, sementara ada kesulitan untuk membasuh dibawah kulupnya, maka wajib ditayammumkan sebagai gantinya dan dishalatkan.
- Jika yakin bahwa ada kotoran dibawah kulupnya, sementara tidak ada kesulitan untuk membersihkannya seperti ada kemudahan untuk membuka kulupnya, maka wajib membersihkannya dan membasuhnya, karena bagian dibawah kulup termasuk bagian zhahir yang wajib untuk dibasuh ketika memandikan mayyit. Maka ketika itu, mayyit dishalatkan terlebih dahulu sebelum dikuburkan.
- Jika yakin bahwa ada kotoran yang dibawah kulupnya dan untuk membersihkannya mengalami kesulitan, misalnya karena ada kesukaran untuk membukanya, maka wajib membasuh zhahirnya saja. Maka ketika itu, untuk menshalatkan mayyit terdapat khilaf (perbedaan pendapat) yaitu :
- Menurut pendapat imam ar-Ramli, mayyit tersebut dikubur tanpa dishalatkan terlebih dahulu. Dan tidak bisa ditayammumkan sebagai gantinya, karena salah satu syarat tayammum adalah menghilangkan najis terlebih dahulu.
- Menurut pendapat imam Ibnu Hajar al-Haitami, mayyit tersebut, ditayammumi sebagai gantinya karena darurat dan dishalatkan. Karena mengubur mayyit tanpa dishalatkan terlebih dahulu, menghilangkan kehormatan mayyit itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar