Minggu, 01 Juni 2014

Beberapa Hukum Yang Berkaitan Dengan Puasa


Hukum puasa bagi pekerja berat
Bagi pekerja berat atau petani yang lagi panen hasil pertaniannya tetap diwajibkan baginya puasa, kecuali jika memenuhi syarat-syaratnya, maka boleh baginya mengganti puasa Ramadhan di waktu yang lain.
Adapun syarat-syaratnya adalah sebagai berikut :
1.      Tidak mungkin menunda pekerjaannya dan panennya sampai bulan Syawal. Jika masih mungkin untuk menundanya, maka tidak boleh mengganti puasa Ramadhan di hari yang lain.
2.      Berhalangan mengerjakannya diwaktu malam hari. Jika mungkin untuk mengerjakannya di malam hari, maka tidak boleh mengganti puasa Ramadhan di hari yang lain.
3.      Mengalami keberatan berpuasa. Jika mudah baginya untuk puasa, maka tidak boleh mengganti puasa Ramadhan di hari yang lain.
4.      Tidak punya tujuan untuk meninggalkan puasa dari awal hari. Jika punya tujuan tersebut, maka tidak boleh mengganti puasa Ramadhan di hari yang lain.
5.      Harus niat tarakhus (memanfaatkan keringanan dari agama). Jika tidak ada niat tarkhus (keringanan) maka tidak boleh mengganti puasa Ramadhan di hari yang lain.
6.      Tarakhus (keringanan dalam agama) tidak menjadi tujuan utamanya. Jika tarakhus tersebut jadi tujuan utamanya, maka tidak boleh mengganti puasa Ramadhan di hari yang lain.
Jika salah satu syaratnya tidak terpenuhi, kemudian ia meninggalkan puasa, maka baginya mendapatkan dosa besar dan wajib dicegah serta mentakzirnya (memberikan hukuman yang membuatnya jera untuk mengulangi perbuatan yang serupa).[1]
Dalam hadist disebutkan :
مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ بِغَيْرِ عُذْرٍ لَمْ يُغْنِهِ عَنْهُ صَوْمُ الدَّهْرِ
“Siapa yang tidak berpuasa sehari saja di bulan Ramadhan tanpa uzur, tidak cukup baginya (untuk menggantinya) puasa setahunan penuh.”
Hukum menggunakan obat untuk mencegah haid
Bagi perempuan, boleh hukumnya mencegah haid dengan mengunakan obat. Tetapi penggunaan obat untuk mencegah haid, hendaklah dikonsultasikan sama dokter apakah ada bahaya bagi dirinya atau tidak.
Maka ketika haid tidak keluar karena pakai obat, maka wajib baginya untuk puasa Ramadhan atau kewajiban yang lain.
  Di dalam kitab Ghayatu Talkhishi al-Murad Min Fatawi Ibni Ziyad, halaman 283 disebutkan sebagai berikut :
وَفِىْ فَتَاوى اَلْقَامَطِ مَا حَاصَلَهُ جَوَازُ اسْتِعْمَالِ الدَّوَاءِ لِمَنْعِ الْحَيْضِ.
“Dan Fatwa al-Qamadh bahwa harus menggunakan obat untuk mencegah haid.”
Hukum bersuntik atau infuse bagi orang yang puasa
Boleh bersuntik atau memakai infuse bagi orang yang puasa karena darurat. Sedangkan masalah batal puasanya, maka ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama, yaitu :
1.      Ada yang mengatakan batal seacara muthlak, karena bendanya sampai kepada rongga. maksud secara muthlak adalah baik benda yang masuk itu sebagai ganti (suplemen) makanan, atau tidak (hanya sekedar obat saja).
2.      Ada yang mengatakan tidak batal secara muthlak, karena masuknya benda itu kepada rongga tidak melalui lubang yang terbuka. (Lubang yang terbuka seperti mata, hidung, telinga, mulut).
3.      Ada yang mengatakan bahwa pada masalah ini ada perinciannya, yaitu sebagai berikut[2] :
·         Apabila yang masuk itu berupa suplemen makanan (infuse), maka puasanya batal,
·         Apabila bukan suplemen makanan, maka : jika adalah ia pada urat, maka puasanya batal, dan jika adalah ia pada otot, maka puasanya tidak batal.
Hukum dahak
1.      Apabila dahak itu sampai pada batas zhahir, kemudian ia menelannya, maka batal puasanya.
2.      Apabila dahak itu sampai pada batas batin, kemudian ia menelannya, maka tidak batal puasanya.
·         Yang dimaksud dengan batas zhahir adalah makhraj (tempat keluar) huruf kha’ (خ)
·         Yang dimaksud dengan batas zhahir adalah makhraj (tempat keluar) huruf  الهاء (ه)
Sedangkan makhraj huruf الحاء (ح) maka ada perbedaan pendapat diantara ulama :
·         Menurut imam an-Nawawi, termasuk batas zhahir, maka batal puasanya jika ia menelan dahaknya.
·         Menurut imam ar-Rafi’I, termasuk batas batin, maka tidak batal puasanya jika ia menelan dahaknya.
Hukum menelan air liur
Menelan air liur tidak membatalkan puasa karena ada kesulitan menghindarinya, akantetapi dengan 3 syarat, yaitu :
1.      Bahwa air liurnya murni, tidak bercampur dengan benda lain. Maka jika air liurnya bercampur dengan benda lain seperti sisa makanan, maka batal puasanya jika ia menelannya.
2.      Bahwa air liurnya suci, tidak najis. Maka jika air liurnya najis, maka batal puasanya jika ia menelannya.[3]
3.      Bahwa air liurnya berasal dari sumbernya (lidah dan mulut). Karena itu, jika ia menelan air liur yang sudah sampai pada merahnya bibir, maka batal puasanya.
Hukum orang yang kemasukan air pada rongga tanpa ada kesengajaan ketika mandi
Sebagaimana sudah diketahui bahwa jika dengan sengaja memasukan benda seperti air pada rongga, maka batal puasanya, lalu bagaimana jika kemasukan air pada rongga tanpa ada kesengajaan ketika mandi?, maka hukumnya sebagai berikut :
·         Apabila mandinya termasuk mandi yang diperintahkan oleh syara’ yakni mandi fardhu seperti mandi janabah, atau mandi sunnah seperti mandi hari jum’at, maka tidak batal puasanya jika ia mandi dengan tidak menyelam. Adapun jika mandinya menyelam, lalu kemasukan air, maka batal puasanya.
·         Apabila mandinya hanya sekedar untuk membersihkan badannya saja atau sekedar menyegarkannya karena udara panas misalnya, maka batal puasanya, baik itu mandinya menyelam maupun tidak menyelam.
·         Karena itu jika ia mandi berenang di kolam mandi, atau di sungai, lalu kemasukan air pada rongganya tanpa ada kesengajaan, maka puasanya batal, karena berenang sama dengan menyelam yaitu sudah menjadi kebiasaan bahwa mandi berenang atau mandi menyelam itu akan kemasukan air.
Hukum tertelan air ketika berkumur-kumur
1.      Jika berkumur-kumur (al-madhmadhah) itu termasuk yang diperintahkan oleh syara’ seperti pada wudhu atau mandi, maka :
·         jika ia terlalu bersungguh-sungguh atau berlebihan waktu berkumur-kumurnya (al-madhmadhah), maka batal puasanya. Karena berlebihan waktu berkumur-kumur makruh bagi orang yang puasa.
·         Jika tidak bersungguh-sungguh atau berlebihan, maka tidak batal puasanya.
2.      Jika berkumur-kumurnya termasuk perkara yang tidak diperintahkan oleh syara’, maka batal puasanya, sekalipun dilakukannya dengan tidak berlebihan.



[1] al-Imam as-Sayyid Abdurrahman al-Masyhur, Bughyah al-Mustarsyidin. Halaman 72. Cet. Dar al-Fikr, 1995  M / 1415 H.

[2] Pendapat ini merupakan pendapat yang lebih shahih (qaul al-ashah).
[3] Wajib membersihkan mulut dan air liur yang najis dengan air yang suci mensucikan, karena itu jika mulut dan liurnya najis, lalu bersih tanpa menggunakan air, maka mulut dan liurnya tetap najis, maka batal jika ia menelannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar